Berikut ini
adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan mengenai masalah negara
berkembang. Kita tahu Indonesia adalah negara berkembang. Hal tersebut dapat
diketahui dari kualitas hidup dan ekonomi yang sedang, bahkan cenderung di
bawah rata-rata standar dunia. Lantas, mengapa perlu ada indikator negara maju
dan negara berkembang? Inilah pertanyaannya.
Mengapa negara-negara di dunia harus
dikelompokkan menjadi negara maju dan negara berkembang?
Memang belum
ada jawaban yang memuaskan mengenai dasar pengelompokan, bahkan tidak ada dasar
atas pengelompokan tersebut. Divisi Statistik PBB menyatakan, “Penetapan ‘negara maju’ dan ‘negara
berkembang’ hanya ditujukan untuk kemudahan statistik.” Tidak ada konvensi
resmi untuk penetapan atau pengklasifikasian kedua jenis negara tersebut.
Namun, beberapa lembaga seperti IMF dan Bank Dunia telah menetapkan standar
pengelompokan bagi kedua jenis negara. IMF sendiri menggunakan sistem
klasifikasi fleksibel yang memperhitungkan: (1) tingkat pendapatan per kapita;
(2) diversifikasi ekspor; dan (3) tingkat integrasi ke dalam keuangan global.
Secara garis besar, dapat dirangkum bahwa faktor klasifikasi negara maju dan negara berkembang adalah dari tingkat ekonomi (yang dicerminkan oleh angka pendapatan per kapita), tingkat kesehatan, harapan hidup, angka buta huruf, jumlah penduduk miskin, serta angka kematian bayi dan ibu melahirkan. Standar batas penentuan negara maju dan negara berkembang adalah sebagai berikut:
- Pendapatan per kapita lebih dari $5.000;
- Usia
harapan hidup lebih dari 60 tahun;
- Penggunaan
bahan bakar lebih dari 500 galon per tahun; dan
- Kebutuhan
sekitar 2.400 kalori dan 60 gram protein per hari.
Sebenarnya pengelompokan negara menjadi jenis maju dan jenis berkembang adalah guna pemantauan data ekonomi yang lebih baik. Namun, seiring dengan perkembangan kebutuhan SDM, muncul pula indikator yang lebih menilai rakyat, antara lain kesehatan dan angka buta huruf. Inilah peta negara-negara di dunia. Negara berwarna biru muda adalah negara maju, sedangkan negara berwarna kuning dan merah termasuk negara berkembang dan miskin. (Sahara Barat dan Korea Utara tidak dimasukkan ke dalam data.)
Negara-negara
maju, sebagai contoh, adalah Belanda dan Australia. Negara-negara berkembang,
sebagai contoh, adalah Argentina, Mesir, dan Meksiko. Demikianlah rincian
negara-negara maju dan berkembang, serta apa yang mengilhami pengelompokkan.
Apa yang menyebabkan sumber daya
manusia di negara berkembang tidak seoptimal negara maju?
Pada negara berkembang, mayoritas pekerja dari sektor pertanian (agraria) yang kebanyakan dari mereka adalah lulusan sekolah dasar, menengah, atau bahkan tidak pernah menduduki bangku sekolah sama sekali. Sebagai contoh, Indonesia adalah negara berkembang dimana jumlah lulusan universitas hanya sedikit. Ini sangat bertolak belakang dengan lulusan sekolah dasar (SD) yang mencapai puluhan juta jiwa. Kemudian, sistem perkuliahan, apalagi pendidikan dasar dan menengah, di Indonesia masih sangat buruk. Sarana dan prasarana minim serta kualitas pengajar rendah. Kapankah Indonesia akan maju? Ini yang akan menghasilkan lulusan yang hanya berkecimpung di sektor agraria dan bukan sektor formal, karena sektor formal menuntut tingkat pendidikan akhir yang tinggi. Kebanyakan perusahaan dan lapangan kerja di negara maju melakukannya dan menganut sistem formal.
Sedangkan, dari segi kesehatan, negara-negara berkembang pastinya tidak mampu menyediakan sarana dan fasilitas kesehatan yang memadai. Ini akan berlanjut kepada masalah-masalah kehidupan, seperti rendahnya angka harapan hidup serta kematian bayi dan ibu melahirkan. Afrika Selatan, sebagai contoh, memiliki tingkat prevalensi HIV/AIDS yang tinggi. Ini juga membuktikan bahwa penyakit, terutama yang kronis dan ganas, lebih mudah menyerang penduduk negara berkembang ketimbang negara maju.
Ini tentu saja akan berimbas kepada produktivitas dan daya kerja masyarakat. Tentu saja, semakin tinggi pendidikan sekelompok manusia, semakin besarlah kecerdasan dan kemampuan manusia tersebut untuk menciptakan inovasi yang baru. Sedangkan semakin tinggi usia harapan hidup dan tingkat kesehatannya, semakin tahan lamalah manusia tersebut dan bebas dari penyakit. Ini akan membuat manusia sehat dapat mengelola sumber daya alam yang berlimpah di dunia ini dengan baik.
Apakah Indonesia bisa menjadi negara
maju dalam 20 tahun ke depan?
Tentu saja
bisa. Indonesia telah memiliki visi jelas ke depan, yakni yang tertuang dalam
Visi Indonesia 2030 yang dikembangkan oleh Forum Yayasan Indonesia tahun 2007
lalu. Dalam visi ini dinyatakan bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi
ke-5 dunia setelah Amerika Serikat, China, India, dan Uni Eropa; jumlah penduduk sebesar 285
juta jiwa; PDB Indonesia mencapai $5,1 triliun; dan pendapatan per kapita
sebesar $18.000 per tahun. Perwujudan ini dapat direalisasikan sehingga tak
kurang dari 20 tahun, atau dengan kata lain 18 tahun saja ke depan, Indonesia
dapat menjadi negara maju dengan perekonomian yang kuat.
Namun masalah yang sekarang menghadang adalah kurangnya sarana dan prasarana untuk memperbaiki kemiskinan yang sudah lama berlangsung di Indonesia. Serta keadaan masyarakat Indonesia yang masih tercerai-berai dan belum sepenuhnya bersatu—hal ini ditandai dengan konflik di berbagai daerah yang menghambat persatuan—semakin menghambat pembangunan. Belum lagi kasus-kasus kriminal dan korupsi yang dilakukan warga miskin hingga pejabat kelas atas. Ini sangat menyulitkan negara untuk melakukan transformasi menjadi negara yang bersih lagi maju. Bagaimanakah suatu negara bisa maju jika negara tersebut, apalagi pemerintahannya sendiri, belum bersih?
Sebaiknya lembaga-lembaga pemerintahan (paling tidak dan harus dimulai dari sekarang) sudah mulai membenahi Indonesia ini. Pemerintahan haruslah berdasar kepada keadilan dan kebersihan, jauh dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selanjutnya, warga dibenahi untuk menjadi lebih baik, beradab, dan cerdas, melalui berbagai sarana, seperti pembinaan perilaku, tata krama, hingga pendidikan formal yang berbasis agama Islam dan kecakapan global serta kearifan lokal. Selain itu, sektor kesehatan dan ekonomi juga harus dibenahi guna memperbaiki taraf hidup masyarakat.
Dengan demikian, Indonesia tidak akan menemui kesulitan untuk menjadi sebuah negara SUKSES dan MAJU dalam 18 tahun mendatang, yakni sesuai dengan Visi Indonesia 2030 yang tertuang. Semuanya harus dikembalikan kepada masyarakat dan manusia itu sendiri, dan manusia sebagai makhluk sosial harus senantiasa membantu sesama dalam kebaikan, persatuan, dan kesatuan. Firman Allah: “Hendaklah kamu menolong dalam kebaikan dan ketakwaan” (Al Maidah/5:2).
Bersatulah dalam pembangunan negara dan masyarakat demi Indonesia yang lebih baik! Insya Allah Indonesia akan menjadi sebuah negara Islam yang sukses dan maju di kemudian hari.
Wassalamualaikum w.w.
No comments:
Post a Comment